[WARNING: Tulisan ini bertebaran saltik, belum melalui proses swasunting karena belum bisa & supaya bisa segera mengumpulkan tugas backlink]
RASANYA cukup sedih, sekaligus lega—sedikit. Sampai tulisan ini dibuat, aku masih sedikit speechless. Untungnya aku sudah mempersiapkan hal ini dari jauh-jauh hari—maksudnya, soal respons emosi aku terhadap realitas. Meskipun masih abu-abu, aku ingin menuliskan perjalanan aku mencari titik terang untuk mata aku. Apakah aku bisa sembuh? Apakah aku benar-benar bisa melihat dunia ini dengan jelas?
Aku tidak tahu. Ini baru tahap awal untuk memulai perjalanan yang entah bagaimana ending-nya. So, my journ-eye-ling has begun!
•••
Januari 2022.
Aku ganti kacamata karena merasa sepertinya silinder bertambah. Waktu itu ditemani Papi. Ketika pemeriksaan mata bagian kanan, aku kesulitan mendeteksi huruf-huruf yang diarah oleh dokter. Berkali ganti lensa, tetap sulit mendeteksinya—untuk mata kiri masih bisa mendeteksi. Aku masih ingat betul, dokter berujar, “Mbak, sebaiknya cek langsung ke dokter spesialis mata, ya, supaya tahu masalahnya apa.”
Kala itu aku … menyanggah, “Enggak apa-apa, Dok, bisa dibantu pakai kacamata aja, kok.”
Pertimbangannya, yang pertama tentu saja soal biaya. Ditambah BPJS kapan itu masih nonaktif. Aku akui, waktu itu aku terlalu mengabaikan soal mata aku. I think …l all will be fine. Sampai setahun berjalan aku mulai terganggunya dan sulit beraktivitas dengan leluasa. Mulai merepotkan orang sekitar, kalau jalan keluar harus dituntun. Tahu tidak, selama ini aku berjalan, ya, dengan insting saja.
O, iya. Memangnya ada apa dengan mata aku? Aku hanya bisa jelaskan keluhan aku saja, sih. Semuanya terasa kabur dan aku kesulitan untuk fokus. Mata kanan aku—curiga di bagian bola mata—ada bola hitam yang menghalangi pandangan aku tepat di tengah-tengah. Artinya aku masih bisa melihat di bagian sekitarnya, cuma tetap tidak bisa fokus. Paham, ya? Jadi, mata kanan aku tidak hitam/gelap sepenuhnya, dia hanya sebesar bola mata yang melayang-layang. Selama ini aku melihat dibantu mata kiri.
Baru dua-tiga tahun belakangan menyadari, “Ini masalah serius ….”
Terlambat, sih, harusnya aku betul-betul mendengarkan peringatan dokter mata tadi, ya? Namun, semuanya sudah terjadi dan yaa … tidak ada gunanya menyesali. Akhirnya per April 2024, aku mulai ikhtiar melunasi BPJS dengan durasi selama 12 bulan. Dan, Maret 2025 lalu, aku berhasil melunasi BPJS dan kembali mengaktifkannya.
Finally. Baru bisa check up pada tanggal 21 April 2025.
•••
Senin, 21 April 2025.
Aku excited sekaligus takut. Pagi sekitar pukul sepuluh, aku dan Denis—adikku—pergi ke Puskesmas, mengurus surat rumah sakit rujukan untuk check up mata. Ternyata ramai juga sehingga terjadi antrean. Maklum, BPJS. Lumayan lama antre, sampai akhirnya dipanggil dan masuk ke ruangan untuk terlebih dahulu diperiksa. Ruangannya tidak begitu luas, tetapi cukup menampung tiga petugas puskesmas.
Ada tiga meja, para peserta BPJS akan langsung ditanyai keluhannya. Aku dapat bagian petugas kesehatan bagian tengah. Sepertinya Abang-Absng, suaranya soft spoken—sedikit intermezzo. Aku ceritakan soal keluhan mataku. Aku dicek tekanan darah, dan normal. Mataku terpejam dan ditekan pelan, tidak sakit. Jadi, aku bertanya, “Kira-kira mata saya kenapa, ya?
Dengan soft spoken-nya, si Petugas menjawab, “Kalau itu, saya belum bisa mendiagnosis. Jadi, saya rujuk ke rumah sakit, ya.”
Dikarenakan peralatan di puskesmas tidak lengkap, memang harus ke rumah sakit. Dari awal aku sudah memperkirakan nya, kok, jadi tujuan awakku memang meminta surat rujukan. Aku memilih Lampung Eye Center untuk check up. Secara otomatis surat rujukan sudah aktif dari aplikasi Mobile JKN. Tanpa menunggu waktu lama, aku dan Denis langsung menuju LEC. Ternyata letaknya tidak jauh dari tempatku tinggal, hanya butuh beberapa menit.
Waktu ke LEC. Kami mengurus jadwal check up, ternyata di hari Senin itu jadwal cukup pada. Sehingga, aku harus kembali datang lagi ke LEC, besok sore kwrena jadwal kosong tersedia di hari dan jam segitu. Walaupun aku penasaran dengan diagnosisnya, oke, aku harus belajar bersabar. Hanya menunggu satu hari lagi untuk mengetahui diagnosisnya, kok!
•••
Selasa, 22 April 2025.
Sekitar pukul 14, hujan turun. Sempat menggerutu, hehe, ternyata aku masih belum tuntas belajar sabarnya. Sebab, aku takut jika hujan sampai sore, khawatir tidak bisa check up dan nomor antrean yang sudah di-book sejak Senin hangus. Namun, ternyata hujan hanya singgah sebentar. Pukul setengah lima belas, hujan sudah berhenti. Aku dan Denis kembali ke LEC. Ah, Terima kasih Tuhan untuk kelancarannya hari ini.
Singkat cerita, kami tidak begitu lama mengantre. Penanganmya baik, perawat di sana juga baik-baik, justru aku merasa “merepotkan” mereka. Sebetulnya aku agak malu, ya, karena aku merasa paling sulit sendiri. Jalan harus dituntun. Nabrak sana, nabrak sini. Kadang-kadang aku merasa minder dengan apa yang aku alami. Namun, Mbak aku berkata, “setiap orang punya penyakitnya masing-masing.”
Pada akhirnya, dr. Arianty belum bisa mendiagnosis masalah mata aku. Salah satu cara untuk mengetahui masalah tersebut adalah dengan dilakukannya observasi. Artinya, aku harus dirawat inap. Jujur, ini adalah pengalaman baru dan pertama dalam hidup aku. Aku tidak pernah tahu bagaimana masa depan membuat alur cerita.
Sebetulnya sudah lama betul aku mempersiapkan diri dan mengantisipasi diri. Bukannya aku suuzan terhadap masa depan aku ataupun takdir. Aku betul-betul berserah karena takdir adalah pilihan terbaik dari Tuhan. Aku sudah memprediksi bahwa semua ini tidak akan mudah, akan parah. Ketika dokter telah memvalidasi mata aku yang belum bisa didiagnosis, aku terima. Sisanya Aku sedang berusaha ikhtiar punya kesempatan untuk sembuh.
Perjalanan ini berat buat aku karena aku akan banyak merepotkan keluargaku. Meskipun aku tahu betul bahwa mereka tidak masalah. Tidak ada jalan lain buat aku untuk merepotkan keluargaku saat ini. Daripada aku memberi makan ego untuk tidak melanjutkan pengobatan. Pertimbangannya adalah bagaimana dengan masa depan aku jika tidak ada tindak lanjut terhadap pengobatan mataku? Pasti aku akan makin merepotkan banyak orang lagi.
Aku bersyukur karena sampai titik ini masih dikelilingi dengan orang-orang yang sangat baik. Aku punya keluarga dan teman-teman yang begitu baik. Aku berdoa supaya kedepannya aku bisa membahagiakan mereka. Yang paling terpenting memang saat ini aku harus fokus dengan kesembuhan mata aku. Meskipun dokter menyebut sembuh atau tidak sembuh kemungkinannya 50:50. Namun, aku menyerahkan kepada Tuhan untuk hasil terbaiknya.
“Udah, lo enggak usah mikirin kitaorajg yang sehat. Kitaorang aja mikirin, gimana caranya biar lo sembuh.”
Perawatnya baik dan ramah sekali, Mereka betul-betul sabar menghadapi kondisi mata aku. Ada satu perawatan yang bertugas memotret mata aku dengan sebuah alat. Mata kiri berhasil dipotret, tetapi mata kanan Aku yang punya bola hitam ini kesulitan dipotret karena tidak bisa fokus. Jadi, perawatnya dengan sabar berusaha untuk mengarahkan mata kanan aku supaya fokus. Itu terjadi beberapa menit. Sampai akhirnya dipanggil dua kali, percobaan kedua mata kanan bisa dipotret dengan alat yang berbeda.
Jadi, ini adalah perjalanan pertama dari My Journ-eye-ling. Aku tidak tahu tulisan ini akan rilis berapa episode. Namun, dengan adanya My Journ-eye-ling, Aku sedang menuliskan sejarah penting dalam hidup aku. Untuk Teman-teman yang membaca tulisan ini, aku mohon doanya semoga semua dilancarkan dan diberikan yang terbaik.
•••
Big thanks love,
Denis yang udah nemenin, ngurusin, dan bantuin check up. Mbak Puput yang udah transfer gocap—haha—dan doanya dari Tangerang. Mbak Vela yang selama ini effort ngurusin BPJS sampai biss aktif dan gue bisa berobat. Mama & Papa yang udah ngasih dukungan dan fasilitas produktif selama mata Vina enggak oke & ngasih income bulanan sampai bisa melunasi BPJS. Endan yang udah bantu komunikasi ke Sandi (salah satu perawatan di LEC & tetangga di rumah lama). Mbak Dian & Kak Rendi yang udah kasih pinjam motor untuk check up. Mbah Om Wan yang udah memberi support dan ngasih pencerahannya. Eka, my bestie, yang selalu jadi pendengar baik dan mau direpotkan oleh mata gue.
See you all next episode!
Posting Komentar