Preview

Hai, selamat datang di Neng Vina! Di blog ini kamu akan menemukan tulisan seputar kehidupan dan pengembangan diri. Barang kali kamu tidak akan merasa sendirian setelah membaca tulisanku. Enjoy my blog! 🧁

Ciri-Ciri Keluarga Broken Home, Salah Orangtua?

Keluarga tidak harmonis
BAGINYA tidak ada rumah yang dapat membuatnya nyaman dan aman. Tumbuh di keluarga yang hari-harinya dipenuhi pertengkaran. Bukan hanya antara dia dengan kakak atau adiknya. Melainkan orangtua yang terus-menerus berteriak dan menyalahkan satu sama lain.

Di tengah carut-marut kehidupan, dia selalu mempertanyakan takdir. Mengapa aku dilahirkan di keluarga yang egois? Mengapa aku tidak lahir di keluarga yang harmonis? Terkesan childish dan tidak bersyukur memang. Namun, dia betul-betul sampai pada titik lelah. Tidak ada solusi untuk membuat keluarganya utuh. Semua kepala di rumah ini terlalu keras.

Aneh. Dia selalu menunggu waktu orangtuanya berpisah. Namun, tidak kunjung terlaksana. Tidak mau berpisah demi anak? Alasan konyol yang membuatnya terpingkal-pingkal. Jujur saja, dia lebih suka hidup di rumah tanpa keributan. Dia ingin hidup tenang, meskipun harus merelakan perpisahan orangtuanya.

Ini Ciri-Ciri Keluarga Broken Home, Salah Orangtua?

Dengan cepat dan mudahnya arus informasi didapat, banyak anak muda, merasa dirinya terjebak broken home. Mungkin beberapa asumsi dari mereka benar adanya. Bagaimana kalau asumsi itu tidak sesuai dengan realitas? Tidak sedikit dari kita belum memahami kondisi dan definisi broken home.

Broken home adalah ketika keluarga mengalami keretakan dan ketidakutuhan, artinya tidak ada lagi keharmonisan. Keluarga yang runtuh biasanya ditandai dengan perceraian dan adanya pengkhianatan. Namun, meskipun begitu, keluarga yang utuh sekali pun tidak dimungkiri dapat mengalami broken home.

Dilansir dari Verywell Mind, Anderson menjelaskan, "Hal ini sering dikaitkan dengan perceraian, namun tentu saja dapat terjadi dalam keluarga yang utuh di mana beberapa anggotanya berkonflik atau terasing satu sama lain." 

Perlu diketahui, adanya masalah dalam keluarga merupakan hal wajar. Keluarga yang rukun dan damai pun tetap memiliki masalah sendiri. Hanya saja, yang membedakan dengan broken home adalah cara menghadapi dan menyelesaikan masalah. Tidak sedikit keluarga egois dan menyalahkan satu sama lain, sehingga memicu keretakan.

Jangan terlalu mendramatisir masalah dalam keluarga kita. Konflik akan selalu ada saja. Menjadi bagian dari broken home sangat tidak enak. Seakan-akan tidak memiliki masa depan yang baik. Setiap hari dihantui dengan kecemasan. Tiada hari tanpa keributan, bahkan kekerasan. Pada akhirnya, bahagia adalah harapan yang semu.

Ciri-ciri keluarga broken home

1. Tidak Ada Peran Emosional

Ciri-ciri keluarga broken home ditandai dengan tidak adanya peran orangtua secara emosional,. Hal sederhananya seperi kasih sayang atau afeksi. Memang orangtua memiliki tugas untuk mempertahankan rumah tangga. Mulai dari memenuhi kebutuhan sehari-hari sampai mengurus rumah.

Baik sosok ayah dan ibu, memiliki peran tersendiri. Namun, keluarga broken home biasanya ditandai dengan orangtua yang melupakan kebutuhan emosional sang anak. Mereka terlalu sibuk dengan kebutuhan fisik dan domestik, sampai melupakan ada kasih sayang yang mesti disalurkan.

Anak memang butuh pakaian dan makanan. Anak juga butuh alat untuk sekolah. Namun, anak juga butuh kehadiran emosional orangtua. Sekadar mendengarkan cerita sang anak. Memberi pelukan hangat dan semangat. Dengan begitu, anak memiliki bonding dan perhatian dari orangtuanya.

Orangtua yang sibuk bekerja tanpa memikirkan peran emosional, membuat anak merasa diabaikan. Sehingga, tidak menutup kemungkinan anak menxari perhatian di luar dengan cara yang kurang baik. Tidak adanya komunikasi dan hubungan emosional antara anak dan orangtuanya. Dapat memicu sekat dan kecanggungan.

2. Selalu Dikritik dengan Tidak Baik

Manusia perlu dikritik agar bisa memperbaiki kesalahannya. Namanya manusia tidak luput dari kesalahan, kok. Mendapatkan kritikan pun tidak menyenangkan, butuh jiwa besar untuk menerimanya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui adab dalam mengkritik agar tidak terlalu menyakiti orang lain.

Dalam keluarga, orangtua memang berperan besar dalam memantau perkembangan anak. Di tengah anak mengalami pertumbuhan, wajar jika orangtua memberi kritik dan masukan terhadap kesalahan anak. Misal anak merusak barang atau berkata tidak baik. 

Nah, cara orangtua dalam mengkritik anak ini bisa menjadi ciri-ciri keluarga broken home jika penyampaiannya tidak baik. Tidak sedikit orangtua yang mengkritik anak dengan label bodoh atau tidak berguna. Apabila hal ini terjadi terus-menerus, anak akan meyakini bahwa dirinya memang bodoh dan tidak berguna.

3. Kebutuhan/Hak Anak Tidak Terpenuhi

Dari kanal Satu Persen dijelaskan terkait peran keluarga. Selain kebutuhan emosional, peran keluarga juga meliputi: memberikan privasi, adanya afeksi, membentuk kedisiplinan, keluarga memastikan kita mendapatkan pendidikan/edukasi yang cukup, dan memastikan kebutuhan dasar kita sebagai anak.

Ada beberapa faktor yang membuat peran keluarga tidak terpenuhi: faktor sosial dan ekonomi. Dua faktor ini dapat menyebabkan kita tidak mendapatkan privasi, afeksi, dan kedisiplinan yang kurang tepat. Misal, orangtua terlalu mengekang atau terlalu membebaskan, bahkan tidak perhatian dan tidak peduli sama sekali.

Perilaku tersebut tentunya memicu ciri-ciri keluarga broken home. Orangtua yang terlalu mengekang membuat anak merasa terancam dan tidak nyaman berada di rumah. Terlalu dibebaskan membuat anak merasa diabaikan. Wajar rasanya jika anak menganggap rumah adalah penjara hidup.

4. Standar Tidak Realistis

Sebagai anak tentu kita butuh waktu untuk belajar dan bermain, atau sekedar melakukan hobi. Akan tetapi, kita pun tidak boleh melupakan peran kita sebagai keluarga di rumah. Artinya kita harus memenuhi hak kita di rumah. Namun, di luar sana ada orangtua yang menerapkan aturan sampai mengganggu kebutuhan anak seperti belajar ataupun bermain.

Misal anak dipaksa belajar setiap waktu, beranggapan bahwa bermain merupakan kegiatan tidak berguna. Belum lagi, jika aturan tidak dipatuhi, anak akan mendapatkan hukuman. Perilaku ini, anak tidak dapat memandang orangtua seperti teman atau orangtuanya, melainkan sosok otoriter dan ditakutkan.

Tidak hanya itu, ciri-ciri keluarga broken home juga ditandai dengan orangtua yang memaksa, anak untuk menjadi seperti yang dia inginkan. Di sisi lain, anak punya keinginan atau impian sendiri. Anak tidak mendapat dukungan dari orangtua atas keinginannya. Sehingga mau tidak mau sang anak terjebak demi menuruti ego orangtua.

5. Adanya Kekerasan

Bagi Millenial, disabet gesper, dipukul sapu lidi, dikunci di kamar, dipukuli orangtua pada zaman mereka adalah hal yang biasa. Sebab, pada masa itu informasi tidak semudah saat ini dan tidak semua orangtua memahami tindakan tersebut merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Berbeda dengan era sekarang, akses informasi sudah lebih mudah dan tidak ada alasan orangtua tidak memahami bahayanya kekerasan.

Tidak adil rasanya kalau ada Millenial yang menganggap Gen Z lemah hanya karena mereka terbiasa dengan kekerasan yang didapat saat kecil. Kekerasan dapat memberikan dampak traumatis kepada anak. Anak bisa tumbuh menjadi sosok tempramental, tidak percaya diri, dan khawatir akan melakukan kekerasan yang sama ke keturunannya.

Kekerasan di sini tidak hanya berbentuk fisik. Kekerasan verbal pun sama berbahayanya karena dapat mengganggu mental. Seperti yang sempat disinggung, menganggap anak bodoh, tidak berguna, tidak bisa diandalkan. Kekerasan ini dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Jika rumah selalu mengintimidasi dan merundung, di mana lagi tempat pulang yang menghangatkan?

Broken Home: Bukan Salah Siapa-Siapa

Salah Orangtua?
BROKEN home adalah keluarga yang berantakan, tidak harmonis. Selalu ada pertengkaran hampir setiap hari. Tidak adanya solusi atau penyelesaian atas masalah yang terjadi karena sibuk memakan ego masing-masing. Merasa diri paling benar. Tidak hanya keributan dan teriakan, kadang kala suara lemparan barang menjadi saksi bisu.

Ciri-ciri keluarga broken home bukan hanya mereka yang harus menerima perceraian orangtua. Melainkan juga mereka yang terjebak' dalam hubungan toxic orangtua. Misal salah satu orangtuanya berselingkuh dan berkhianat. Atau ketidaktahanan diri hidup dalam ekonomi kurang.

Namanya rumah tangga akan selalu ada masalah dan konflik. Tugasnya, keluarga harus melaluinya bersama-sama. Sebagai orangtua tidak bisa terus-terusan mementingkan ego dan melampiaskan amarah pada anak. Hal ini akan memengaruhi perilaku dan tindakan anak ke depannya. 

Kita memang tidak pernah meminta dilahirkan di keluarga yang seperti apa? Saat kita tumbuh di keluarga yang tidak baik-baik saja, mungkin sebagai anak kita adalah korban keegoisan orangtua. Akan tetapi, bagaimana kalau orangtua kita juga adalah korban? Artinya, kita tetap punya pilihan. Mau meneruskan arus broken home atau memutuskannya dengan belajar dari pengalaman hidup kita sendiri?

Iya. Memang broken home selalu dipicu dari orangtua. Namun, bukan berarti kita terus-menerus menyalahkan mereka atas nasib yang kita alami saat ini. Pada dasarnya, sebagai anak kita tetap punya pilihan untuk bertahan atau lepas dari broken home? Narkoba, pemabuk, terjebak dalam dunia kegelapan, itu pilihan.

Kita tidak bisa menyalahkan orangtua atas ketidakpercayaan diri kita. Kita tidak bisa menyalahkan orangtua atas masa depan kita yang terancam. Daripada sibuk menyalahkan, mengapa kita tidak mengubah hidup kita sendiri? Belajar dari pengalaman keluarga kita untuk menjadi lebih baik di masa depan.

Kita punya kesempatan untuk menjadi berprestasi dan pribadi yang lebih baik. Mungkin kita punya masa lalu—atau berada di broken home. Akan tetapi, broken home tidak menjadikan alasan kita tidak meraih impian, kan? Mungkin kita sering menyaksikan pertengkaran orangtua, tetapi kita harus meyakinkan kalau kita bisa berusaha memahami pasangan kita. Mungkin orangtua kita bercerai, tetapi bukan berarti kita akan mengalami hal sama.

Masa lalu memang tidak bisa dikendalikan, tetapi kita punya kesempatan untuk memperbaiki masa depan. Dengan memahami ciri-ciri keluarga broken home, setidaknya kita dapat belajar dan menghindarinya. 


Referensi:

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://www.verywellmind.com/what-is-a-dysfunctional-family-5194681&ved=2ahUKEwjIpomf7JaIAxUYdmwGHeM9NacQFnoECA8QAQ&usg=AOvVaw2XJFMSRghvuHzG7utHV-fC

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://www.verywellmind.com/coping-with-broken-family-5204387&ved=2ahUKEwjIpomf7JaIAxUYdmwGHeM9NacQFnoECBAQAQ&usg=AOvVaw0zLe4b3zccbmKx8QtByYT6



6 komentar

  1. Broken home semengeri itu ya. Semoga Allah tuntun anak2 korban kacaunya keluarga di rumah menuju jalan lurus yang terbaik bagi mereka.

    BalasHapus
  2. Hmmm bingung juga kalau orang tua udah nggak ada yang mau berjuang buat menyelesaikan masalah. Banyak yang keluarganya utuh, tapi di dalamnya tidak nyaman dan malah hidup masing-masing. Kalau udah gini butuh bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan. Entah itu dari keluarga atau psikolog.

    BalasHapus
  3. Anak-anak yang bermasalah di sekolah biasanya ada masalah di rumahnya alias broken home. Semoga keluarha kita dijaga selalu dannjauh dari kata broken home yaa. Aamiin

    BalasHapus
  4. Menurutku kalau situasi rumah sudah nggak sehat, orangtua atau orang terdekat harus menyelamatkan anak-anaknya. Bagaimana pun anak belum bisa berpikir layaknya orang dewasa. Mereka nggak boleh egois. Anak-anak harus diselamatkan. Agar mereka tidak lari pada Hal negatif.

    BalasHapus
  5. Setiap anak berhak mendapatkan tempat tinggal yang nyaman. Hal ini sangat berpengaruh pada kehidupannya di masa mendatang. Jika hal ini tidak dapat dilakukan orang tua kandungnya, maka orang dewasa terdekat dengan anak yang mungkin dapat membantunya memberikan 'rumah' untuk tinggal

    BalasHapus
  6. Menjadi orang tua memang tidak mudah, apalagi harus menyeimbangkan dengan pekerjaan yang punya banyak tekanan dan beban. Tapi semoga saja kita bisa terhindar dari hal-hal kecil yang memicu rumah jadi bukan tempat pukang lagi.

    BalasHapus