MATA BESARNYA sendu, kadang-kadang kepalanya menunduk menyembunyikan wajah memerah. Terlihat jelas dia berusaha mengatur pola napas yang terasa berat, sampai-sampai bahunya bergetar. Awalnya dia datang kepadaku dengan kecerahan penuh, seakan-akan dunia adalah tempat bermain. Namun, dia akan berubah seratus delapan puluh derajat saat bercerita tentang dunianya yang luluh lantak, seperti sedang perang.
Kalau dia sudah mulai menitikkan air mata, aku akan segera mengelus bahunya. Kalau sampai tersedu-sedu, aku akan memeluknya. Jauh di lubuk hati berharap cara ini dapat meringankan bebannya, meski sejenak. Paling tidak aku bisa membuatnya lebih lega. Kadang-kadang bercerita lebih baik daripada memendam sendirian. Makin lama makin menumpuk. Dan, dari balik tumpukan itu akan menyimpan bom waktu yang meledak di waktu tertentu.
Cara Menghadapi Teman yang Depresi, Membantu Meringankan Beban
Tidak mudah memang untuk menghadapi teman dengan mental yang kurang stabil. Apa lagi tidak semua orang mampu dan/atau berani untuk sekadar konsultasi ke psikolog/psikiater. Meski ada beban tersendiri, kita harus bersyukur dipilih sebagai orang terpercaya untuk menjadi teman ceritanya. Mengapa? Sebab, tidak semua orang bisa menjadi teman cerita yang baik. Ketika diberi kepercayaan, kita harus menjaga dan tidak membuatnya kecewa.
Aku punya teman yang kalau ketemu, selalu bercerita tentang hidupnya. Bisa dibilang kami sama-sama beruntung karena berhubungan kembali setelah putus kontak beberapa tahun. Dia mendapatkan aku yang memang suka mendengarkan. Dan aku makin belajar banyak tentang kehidupan. Terlebih aku belajar berempati dan menghadapi teman yang mengalami stres, bahkan depresi.
Memang bukan hal mudah, terkadang rasanya lelah sekali karena suka diulang-ulang ceritanya. Suka ikut terbawa arus emosi yang disalurkan. Namun, di sisi lain, aku merasa lebih berharga karena bisa membantunya untuk meringankan beban. Sebab, dia masih belum berani untuk pergi ke psikolog. Hanya baru terbuka cerita kepadaku.
Dikarenakan aku bukan seorang psikolog dan tidak terlalu memahami ilmu psikologi. Aku mulai mencari tahu sebetulnya bagaimana menghadapi teman yang depresi? Apakah aku harus memberi solusi atau cukup menjadi pendengar yang baik?
Melansir Halo Sehat, stres merupakan kondisi ketika seseorang kewalahan menghadapi berbagai tekanan baik eksternal maupun internal dalam waktu yang cukup lama. Sementara depresi bukan tanda ketidakbahagiaan, melainkan hilangnya harapan dan motivasi. Apabila stres berat berkepanjangan, khawatir akan mengakibatkan gangguan jiwa seperti depresi.
Sebagai teman yang dipercaya, tentu kita harus berhati-hati dalam bersikap dan berbicara. Sehingga, kita perlu memahami cara menghadapi teman yang depresi.
1. Menjadi Pendengar Baik
Di era sekarang, tidak sedikit menemukan teman yang mengalami depresi. Biasanya mereka cenderung menyembunyikan masalah, sehingga merasa tertekan. Memiliki ketakutan bahwa tidak akan ada seorang pun yang dapat mengerti dan memahami posisinya. Alhasil, dipendam dan stres berat, sihirnya berujung Depresi.
Cara menghadapi teman yang depresi, satu hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah menjadi pendengar yang baik. Meskipun sederhana, tidak mudah melakukannya. Kita harus siap pasang badan dan sehat untuk menjadi pendengar. Sebab, kita akan mendengarkan masalah dan keluhan dari teman yang mengalami depresi.
Memang sulit memosisikan diri untuk sekadar memahami. Akan tetapi, kita bisa menanyakan terkait emosi yang dia rasakan. Bertanya soal kejadian berat yang dia alami. Memastikan pemahaman I kita terhadapnya agar tidak terjadi miskomunikasi. Biarkan dia menghabiskan ceritanya tanpa harus dipotong.
Untuk menjadi pendengar, kita perlu menurunkan ego. Dedikasikan waktu hanya untuknya supaya dia merasa dihargai. Kadang-kadang, mereka hanya butuh didengarkan. Jadi, kita tidak perlu memberikan nasihat kepadanya. Biarkan teman kita melepas beban. Dengan begitu, bisa saja kita membuat kondisi mentalnya lebih baik, ‘kan?
2. Validasi Perasaan dan Jangan Memaksanya
Respons awal seseorang saat tertekan atau dalam masalah, mereka akan denial terhadap emosi yang dirasakan. Misalnya, mereka tidak menyadari atau bahkan tidak mengakui kesedihan dan kemarahan dalam dirinya. Respons ini tentunya tidak akan baik bagi diri seseorang. Padahal, langkah awal untuk bisa berdamai adalah menerima dan memvalidasi emosi.
Ketika kita bertanya-tanya tentang perasaannya saat mendapatkan tekanan. Terkait pola pikir dalam menghadapi masalah. Seraya bertanya, kita bisa membantu dia dengan memberi tahu bentuk emosinya. Bahwa dia sedang merasa marah, kecewa, sedih, takut, dll. Namun, harus dibicarakan perlahan dan bertahap. Kita hanya perlu memberi tahu, sisanya dia sendiri yang akan Memvalidasi.
Jangan pula memaksanya bahwa sedang baik-baik saja. Orang yang depresi telah kehilangan harapan dan motivasi dalam hidup. Untuk bisa memikirkan hal baik dalam hidupnya akan sangat sulit. Tidak apa-apa katakan padanya bahwa dia tidak baik-baik saja. Biarkan dia validasi emosi tersebut. Supaya perasaannya lepas dan tidak menumpuk. Cukup menjadi teman yang memahaminya.
3. Menjaga Komunikasi dan Pertemanan
Menjaga komunikasi merupakan cara menghadapi teman yang depresi. Pastikan pertemuan kita dengannya tidak berhenti sampai di situ. Kadang teman yang depresi butuh udara segar dan teman untuk sekadar mencari kebahagiaan. Saat pulang, emosi negatif itu akan kembali lagi.
Buatlah janji untuk kembali bertemu atau rutin bertemu seminggu sekali. Jika tidak memungkinkan, komunikasi dapat berlanjut melalui media sosial atau aplikasi pesan. Jangan heran dan bosan karena terkadang mereka akan menceritakan kisah dan perasaannya berulang-ulang. Kita hanya perlu dengarkan dan pahami. Dengan begitu setidaknya dia tidak terlalu merasa sendiri dan kesepian.
Dalam menjalin pertemanan, kita juga perlu katakan kalau kita ada untuknya. Kita berusaha untuk mengerti keadaannya. Teman yang depresi biasanya tidak memiliki support system. Meskipun tidak bisa selalu ada setiap saat. Kita yakinkan untuk mendukung dia sepenuhnya selama itu masih dalam koridor yang baik. Dengan begitu, dia akan merasa memiliki seseorang yang peduli kepadanya.
4. Ajak ke Psikolog
Bagaimanapun kita hanya hadir sebagai support system dan pendengar saja. Kadang, kita tidak memiliki kemampuan mendalam terkait psikologis dan kemampuan mental seseorang. Sehingga terbatas untuk bisa membantunya. Sebab, tidak mungkin, ‘kan, kita asal mendiagnosis dan memberi solusi tanpa pemahaman dan ilmu?
Untuk orang yang mengalami stres perlahan-lahan akan pulih dan bisa kita bantu dengan menghiburnya. Ketika stres sudah berkepanjangan dan mengacu pada depresi. Bahkan sampai melukai dirinya sendiri, tidak dapat mengendalikan pikiran dan emosinya. Tentu kita perlu memintanya untuk konsultasi ke layanan psikologis. Ini cara menghadapi teman yang depresi paling efektif.
Memang, terkadang mereka merasa belum berani untuk berkonsultasi. Atau punya kendala lain untuk pergi ke psikolog. Namun, pelan-pelan kita bisa memberi pemahaman demi kesehatan mental. Betapa pentingnya memulihkan mental untuk bisa menjalani kehidupan lebih baik. Yakinkan bahwa ada harapan dan mimpi yang bisa dikejar.
5. Tidak Menghakiminya
Namanya manusia tidak ada yang benar-benar baik seratus persen, ada kekurangannya. Namun, masih ada saja orang dengan mudahnya menghakimi orang lain, seakan-akan dirinya sempurna. Jujur, aku tidak begitu respect dengan orang-orang yang asal berasumsi tanpa berempati. Bukannya aku membenarkan yang salah, melainkan selalu ada alasan di balik kesalahan.
Misalnya seorang pemabuk, pencandu obat terlarang, PSK, dll. Kita sama-sama memahami bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan. Bahkan, pelakunya sendiri sadar, kok, itu salah. Namun, aku merasa kita tidak pantas untuk menghakimi mereka. Kita tidak pernah mengetahui latar belakang dan kehidupan macam apa yang sedang mereka lalui dan hadapi. Penghakiman kita terhadap mereka tidak akan membuat kita tampak lebih baik.
Sering kali kita mendengar orang-orang depresi dicap kurang iman dan kurang ibadah. Menghakimi mereka seperti itu pun tidak akan membantu dan membuat kita terlihat lebih alim. Daripada menghakimi, sebaiknya kita memahami perasaan mereka lebih dulu. Mereka tahu dan paham betapa pentingnya iman dan ibadah. Namun, mereka butuh proses untuk sampai di titik itu. Melabeli mereka kurang iman dan kurang ibadah hanya akan membuat mereka makin jauh dan makin terjebak.
Alih-alih sedikit melepaskan beban teman yang depresi, kita malah membuatnya makin depresi. Mereka akan merasa makin tidak layak dan tidak pantas. Sejatinya, manusia yang penuh salah dan dosa pun masih Allah berikan pintu taubatnya. Lantas, mengapa kita tega menghakiminya? Jika tidak mampu memahami, jangan menghakimi.
Mereka bukan kurang iman dan bukan kurang ibadah. Barangkali mereka butuh dipahami, bukan dihakimi. Mereka tahu, kok, cara beriman dan beribadah. Hanya saja, mereka belum tahu jalan keluarnya.
BEGITULAH cara menghadapi teman yang depresi. Sikap sederhana, tetapi maknanya begitu dalam, ‘kan? Membantu seseorang tidak melulu soal materi. Kadang-kadang ada teman yang butuh pertolongan psikologis, tetapi tidak tahu untuk mengekspresikannya.
—
Referensi:
https://hellosehat.com/mental/stres/kenali-perbedaan-stres-dan-depresi-sebelum-terlambat/
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://www.alodokter.com/orang-terdekat-mengalami-depresi-ini-cara-membantunya&ved=2ahUKEwiN7-Sn_O6HAxWf1DgGHQ7jNtkQFnoECDMQAQ&usg=AOvVaw19QA9e4QxqkVb9deKKoBZm
Posting Komentar