Preview

Hai, selamat datang di Neng Vina! Di blog ini kamu akan menemukan tulisan seputar kehidupan dan pengembangan diri. Barang kali kamu tidak akan merasa sendirian setelah membaca tulisanku. Enjoy my blog! 🧁

Kiat Menjadi Pribadi yang Berempati

Manusia harus punya empati
MENYENANGKAN banyak orang bukanlah kapasitas kita sebagai manusia. Namun, bukan berarti kita boleh untuk tidak berempati sama sekali. 

Kita pasti pernah dicurhatin teman atau kerabat tentang keresahan yang dirasakan. Tentu, hal ini akan menimbulkan respons dari kita. 

Tidak bisa dipungkiri, ketika kita merasakan perasaan orang yang sedang curhat. Artinya, dia sedang menyalurkan emosinya kepada kita.

Bagi kita yang pernah ada di posisi teman yang curhat, mungkin akan lebih mudah untuk berempati. Namun, akan sulit bagi kita memahami perasaan dia kalau belum merasakannya.

Dengan berempati, setidaknya kita punya fondasi dalam merespons baik secara tindakan berpikir dan bersikap maupun emosional. 

Empati penting bukan hanya dalam aspek mendengarkan, melainkan juga berbagai aspek lainnya. 

Kiat Menjadi Pribadi yang Berempati: Mengapa Kita Harus Berempati?

Empati menjadi alasan seseorang nyaman berada di sekitar kita. Orang berempati biasanya jadi sasaran empuk sebagai tempat curhat.

Setiap manusia memiliki empati. Tinggal bagaimana kita mengelolanya dengan baik. Jadi, kita perlu mengetahui kiat menjadi pribadi yang punya empati itu seperti apa, sih?

Empati adalah kemampuan dalam memahami dan menyadari orang lain baik secara emosional maupun kognitif. Sehingga, hampir sepenuhnya kita menyediakan sejenak waktu untuk sang objek. 

Selain membuat orang nyaman berada di sekitar kita. Berempati juga punya dampak baik bagi diri kita sendiri. Seperti berguna dalam melatih kepemimpinan diri. 

Kiat menjadi pribadi yang berempati juga membantu kita untuk meningkatkan inovasi dan dapat berpengaruh dalam perubahan yang baik. Orang yang berempati pun dapat berkomunikasi dengan baik. 

Sebab, ketika kita berempati harus sda kepekaan. Artinya, sensitivitas kita akan berusaha menangkap perasaan, kesadaran, ataupun sikap yang terjadi di sekitar. 

Kiat menjadi pribadi yang berempati

1. Rasa Ingin Tahu

Saat teman sedang mencurahkan isi hatinya kita mesti mendengarkan secara aktif. Artinya, kita berperan sebagai pendengar yang baik. 

Memang, tidak mudah bagi kita untuk menelisik apa yang sedang diceritakan. Atau malah, kita jadi si sok paling paham dengan apa yang terjadi. 

Kita harus ambil sikap hati-hati. Jangan sampai apa yang ada dalam pikiran kita terlontar begitu saja. Sebab, kita tidak pernah tahu yang sebenarnya terjadi.

Selama mendengarkan cerita, secara otomatis akan menciptakan sebuah asumsi di kepala. Namun, asumsi itu bukan untuk diutarakan kepada pencerita. 

Daripada itu, coba kita mulai dengan sebuah pertanyaan. Mengapa dan apa? Perhatikan konteks pertanyaan, bertujuan memperjelas cerita. 

Hal itu supaya kita tidak salah dalam berasumsi. Sebab, setiap orang punya emosional dan kognisi yang berbeda. Apa yang kita rasakan, belum tentu dirasakannya juga.

Maka, dengan rasa ingin tahu yang tinggi sudah menunjukkan kalau kita punya empati. Kita ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi tanpa harus berasumsi. 

Jangan terlalu kepo, ya! Hargai juga privasi objek. Bahwa, tidak semua harus diketahui. Rasa ingin tahu hanya sekadar menghindar asumsi yang salah. 

2. No Judging

Tidak perlu susah-susah berasumsi yang akhirnya hanya terkesan menghakimi. Nyatanya, hal ini sering terjadi di era media sosial sekarang. 

Misal, ketika kita melihat salah satu teman yang tampak seperti pendiam dan cuek. Jangan pula kita asumsikan dia sombong tanpa mengetahui alasan di baliknya. 

Atau ketika melihat seseorang sedang marah dan kita tidak bisa langsung judge dia arogan. Pasti ada alasan di balik semua itu.

Mudah bagi kita untuk menciptakan asumsi. Namun, tidak mudah bagi kita untuk tidak menghakimi dan berempati. 

Kiat menjadi pribadi yang berempati satu ini memang dibutuhkan kecerdasan pikiran dan emosional. Sebab, ini bukan tentang kita, melainkan orang lain. 

Empati membantu kita untuk menelisik alasan di balik apa yang kita lihar. Fan ketika kita berempati, kita tidak akan main menghakimi.  

Bukan berarti kita dapat memaklumi segala perilaku tidak baik, ya. Memang, di balik perilaku tidak baik ada alasan mendasar atau faktor penyebab. 

Biarkan objek belajar dari kesalahan tanpa harus kita maklumi dan kita pun secara tidak sadar juga dapat belajar darinya.

3. Validasi, bukan Invalidasi

Kiat menjadi pribadi yang berempati, Teman-Teman harus tahu lebih dulu, nih, dua istilah yang dapat membantu kita berempati. 

dr. Jiemi Ardian dalam kanal YouTube-nya menjabarkan dua istilah tersebut: validasi dan validasi. 

dr. Jiemi menyatakan invalidasi merupakan statement atau pendapat yang menyangkal kondisi emosional seseorang. 

Artinya, kita akan berkata pada pemilik emosi seperti, “Kamu kurang bersyukur, kamu kurang ibadah.” Kurang ini dan itu. Ini merupakan hal yang sebaiknya dihindari. 

Invalidasi dapat menyebabkan pemilik emosi makin terasa tidak enak hati dan kecewa. Sehingga, dia akan mengurangi interaksi dengan kita. 

dr. Jiemi melanjutkan, validasi adalah emosi apa pun yang muncul disadari dan diakui oleh sang pemilik emosi dan diterima oleh pendengar. 

Kita tidak menyangkal perasaan pemilik emosi. Bahkan, meski kita sama sekali tidak setuju sekali pun dengan tindakannya, tetapi kita menerima kalau perasaan itu nyata. 

Dengan mengedepankan validasi, fondasi empati kita akan makin kuat. Pun, pemilik emosi akan merasa nyaman dengan diri kita. 

4. Memosisikan Diri sebagai Orang Lain

Kita harus sama-sama memahami kalau setiap manusia punya kemampuan emosional dan pikiran yang berbeda. Apa yang kita pikirkan dan rasakan belum tentu sama dengan orang lain. 

Oleh karena itu, kita perlu aware dalam memosisikan diri. Kiat menjadi pribadi yang berempati kita harus bisa memosisikan diri sebagai sang pemilik emosi. 

Ini bukanlah hal mudah. Apa lagi, kalau kita sama sekali belum pernah ada di posisi tersebut. Sehingga membuat kita harus fokus. 

dr. Jiemi Ardian mengatakan ketika sang pemilik emosi tengah mengutarakan keresahan. Maka, kita harus fokus di perasaannya, bukan pada permasalahan yang terjadi. 

Misal teman bercerita betapa dia kesal dengan dosen yang susah ditemui. Sedih karena sikap orangtuanya tidak suportif terhadap kinerja skripsinya.

Kita jangan langsung judge dia seperti, “Kamu seharusnya berusaha lebih kuat.” Atau malah kita mengadu nasib, “Mending kamu daripada aku.”

Daripada itu, coba fokuskan pada perasaannya. Dia hanya butuh validasi atas emosionalnya yang sedang tidak baik-baik saja.

Kita coba merasakan apa yang dirasakan dengan membayangkan bagaimana kalau kita ada di posisi tersebut? Ini merupakan beban yang berat. 

Atau, jika masih sulit bagi kita untuk merasakan karena tidak pernah merasakan hal yang sama. Cukup dengarkan tanpa mengatakan atau memberi petuah nasihat

Kadang, pemilik emosi lebih mengetahui solusinya dibanding kita. Jadi, sekiranya kita bisa mengeluarkan kalimat yang suportif, bukan menyudutkan. 

Menurunkan ego

5. Menekan Ego

Ego tidak perlu diberi makan banyak-banyak. Nanti gemuk dan sulit untuk menyusutkannya menjadi ramping. Supaya lebih mudah menelisik perasaan orang lain. 

Berempati berarti kita mengesampingkan ego. Mendedikasikan sejenak waktu kita untuk menjadi pendengar, perasa, pendukung pemilik emosi. 

Membiarkan bahu kita sebagai sandaran, sesekali basah oleh isak tangis. Kita mau menerima saluran emosi dari pemilik emosi yang tidak baik-baik saja.

Bahkan, kita tergerak untuk membantunya jika diperkenankan. Berempati membutuhkan jiwa besar, membutuhkan perasaan bijaksa, dan membutuhkan pikiran yang jernih.

Dunia ini tidak melulu tentang kita. Alangkah sempit sekali pembelajaran kalau segala sudut bumi hanya tentang kita. Bukankah kehadiran orang lain juga sarana pembelajaran bagi kita?

BEREMPATI memanag bukan sikap yang mudah. Namun, perlu bagi kita berempati untuk kebaikanmu hidup. Barang kali, kita dapat membantu orang lain.

Kita memang tidak bisa menyenangkan semua orang. Namun, kita bisa berempati kepada semua orang. 

Kita memang peran utama dalam hidup kita. Namun, kita adalah peran pendukung dalam kehidupan orang lain.

Kiat menjadi pribadi yang berempati ini adalah sebuah pelajaran berharga untuk kita semua.

Posting Komentar