Preview

Hai, selamat datang di Neng Vina! Di blog ini kamu akan menemukan tulisan seputar kehidupan dan pengembangan diri. Barang kali kamu tidak akan merasa sendirian setelah membaca tulisanku. Enjoy my blog! 🧁

Reviu Novel Represi: Menerima Kepahitan

Novel represi
JADI, udah tiga pekan ini aku mengikuti Reading Challenge ODOP. Tantangan pekan ini adalah membaca buku/novel tentang kesehatan. Aku memilih kesehatan mental—topik sejuta umat. Di sini aku mau reviu novel Represi karya Fakhrisina Amalia. 

Sejak punya blog dan menentukan niche—pengembangan diri—aku suka menelisik kehidupan. Salah satunya dengan membaca seputar ajaibnya kehidupan. Dan, aku belajar tentang kehidupan—lagi—di novel yang menyimpan luka Anna, tokoh utama Represi.

Reviu Novel Represi karya Fakhrisina Amalia: Premis Sederhana, tetapi Bebannya Berat

Menceritakan tentang seorang gadis bernama Anna. Di usianya yang ke-21 sebuah peristiwa memicu gadis itu untuk memutuskan bunuh diri. Untung, sang ibu dengan cepat menemukan dan membawa Anna ke rumah sakit. Anna berhasil diselamatkan. Namun, ada mental yang harus diselamatkan. Sepanjang novel ini memaparkan proses Anna melalui terapi konseling oleh psikolog bernama Nabila.

Detail Lengkap Buku
Judul: Represi
Pengarang: Fakhrisina Amalia
Penerbit; Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 264
ISBN: 9786020611945

Mengulas Represi, Novel yang Harus Dibaca Berbagai Kalangan

Reviu novel represi
Meskipun dari segmentasi novel ini ditujukan untuk anak-anak muda. Namun, aku merasa Represi akan tepat di semua segmentasi. Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil. Dari remaja hingga dewasa. Tentang bagaimana kita sebagai anak muda dapat mengendalikan pikiran dan emosi kita. Dan, bagaimana sebagai orangtua bisa mendidik anak dengan baik dan benar

Pada bab-bab awal langsung disuguhkan peristiwa Anna setelah melakukan percobaan bunuh diri. Mulai dari situ muncul tanda tanya besar. Sebenarnya apa yang membuat Anna mengambil tindakan berbahaya tadi? Sempat membatin dan menyepelekan, “Ah, masa cuma masalah beginian doang kena mental?”—kalau Ouji dengar ini, auto ditonjok kali, ya?

Sebetulnya aku menduga-duga dan ternyata benar dugaanku terkait pemicu Anna mengambil tindakan berbahaya. Namun, aku terkejut lagi ketika ada rahasia besar Anna yang disimpan. Kalau aku jadi Anna, aku enggak sanggup. Sikap Anna yang menyembunyikan semua rahasia rapat-rapat pada akhirnya menjadi bumerang di kemudian hari.

Uniknya, Fakhrisina Amalia sebagai pengarang enggak menggambarkan konflik orangtua yang dibilang broken home. Enggak. Ibunya Anna adalah orangtua yang lembut. Ayahnya Anna tipikal orangtua pekerja keras. Namun, ada sikap lain orangtua Anna yang tanpa sadar membentuk karakter dan pengambilan tindakan Anna.

Hal itu menunjukkan bahwa sesuatu yang baik-baik aja bisa jadi enggak baik-baik aja bagi orang lain. Apa lagi kasusnya udah jadi hal normal dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti ungkapan ‘jangan menangis!”. Siapa saat kecil kalau menangis suka disuruh cepat-cepat diam?—aku!

Artinya ada hal-hal kecil yang kalau lengah untuk diperhatikan ternyata bisa jadi dampak buruk bagi orang lain. .Memang udah jadi hal normal, tetapi hal yang normal enggak selamanya baik, ‘kan? Apa lagi kemampuan mental orang beda-beda. Melanjutkan dari sikap aku menyepelekan Anna. Aku belajar untuk menghargai orang lain dalam bentuk memahami mental orang lain.

Di sini Anna beruntun karena punya sahabat yang selalu ada. Klise, tetapi sahabat yang selalu ada dan pengertian berpengaruh terhadap penyembuhan luka Anna. Para sahabatnya Anna—Hani, Nika, Saka, dan Ouji—adalah anak muda yang dewasa.

Aku suka cara pengarang memaparkan plot demi plot. Jadi, plot di sini berjalan saat Anna sedang melakukan terapi konseling dengan psikolog bernama Nabila. Nabil membantu Anna dengan menelisik masa lalu Anna. Baru kemudian akan diceritakan masa lalunya. Bisa dibilang Represi punya alur maju dan mundur.

Bikin alur campuran menurut aku lumayan tricky. Takut-takut ada plot hole. Namun, pengarang di sini sangat jeli dan detail sehingga aku yang membaca pun ikut mengalir dan masuk ke dalam cerita Anna. Ditambah ternyata sang pengarang Fakhrisina Amalia juga adalah seorang psikolog. Jadi, selama membaca novel ini aku merasa ikut konseling karena ada beberapa emosi Anna yang relate sama aku.

Nah, aku mau membahas satu tokoh bernama Sky. Sky berhasil bikin aku kesal dan misuh-misuh. Aku yakin di dunia ini ada manusia macam Sky. Dan, ada juga manusia macam Anna yang begitu takut kehilangan kekasihnya. Sky ini cowok, tetapi mulutnya lemes kayak cewek.

Pada akhirnya, aku pun enggak bisa menyalahkan Sky, meskipun memang apa yang Sky lakukan itu salah, fatal. Lagi-lagi aku memahami dan belajar kalau sikap/karakter seseorang bisa terbentuk karena pola asuh dan/atau apa yang telah dia lalui di masa lalu. Dan, ini benar adanya.

Penjelasan yang ada di novel ini pun seakan mengamini pernyataan aku tentang sebuah kesalahan. Setiap orang melakukan kesalahan. Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Kesempatan kedua ini bukan berarti harus mengulang kisah yang sama. Memaafkan juga jadi salah satu bentuk kesempatan untuk memperbaiki kesalahan.

Bahwa kita enggak bisa asal menghakimi orang yang salah. Enggak masalah kalau menyalahkan, tetapi kita harus memahami bahwa akan selalu ada alasan di balik kesalahan seseorang. Akan tetapi, memang ada beberapa kesalahan fatal yang enggak bisa ditolerir, ya, jadi jangan pukul rata.

Dampak Baik Represi terhadap Diri Sendiri

Meningkatkan kesadaran
Sejauh ini aku belum pernah menemukan buku/novel yang berdampak langsung ke diri aku sendiri. Setelah membaca sampai selesai aku baru menyadari sebuah proses yang aku lalui selama ini. Di novel Represi media terapi menggunakan media menggambar karena Anna suka menggambar. Nah, aku baru tau soal itu karena yang aku tau hanya terapi menulis.

Proses aku mulai dari nulis quote di Instagram sampai nulis di blog. Apa yang aku tulis enggak lepas dari bagaimana aku memandang kehidupan. Memang, ada beberapa tulisan berdasarkan pengalaman orang lain. Namun, tulisan-tulisan aku selama ini adalah proses aku menerima dan memvalidasi kepahitan dalan hidup.

Dalam novel ini Nabila sering mengatakan bahwa kita perlu menerima ketakutan kita untuk bisa selesai dengan masalah. Luka akan terus terasa sakit kalau kita belum memaafkan diri kita sendiri dan belum menerima apa-apa yang telah terjadi dalam kehidupan kita.

Kerennya, pada tampilan feed Instagram aku selalu mengubah warna template desain. Waktu itu enggak ada ketentuan atau acuan ganti warna. Alasannya hanya karena pengin aja dan suka warna monokrom. Kalau dilihat dari Instagram aku. Awal-awal aku menggunakan warna abu, hitam, abu lagi, hitam lagi, lucunya ada warna pink terang—ini saat udah menulis blog. Dan sekarang lagi berkutat di warna cokelat.

Aku memahami perubahan warna itu sebagai bentuk emosi yang masa itu sedang aku lalui. Mulai menulis sejak 2019, tanpa sadar sedang membasuh luka. Makin ke sini warnanya lebih cerah dan kalem. Sekarang aku udah berdamai dengan masa lalu aku sendiri. Semua rasa pahit dan ketakutan, semuanya telah berubah menjadi sebuah pembelajaran hidup paling berharga. 

Rasa khawatir terhadap diri sendiri. Ketidakpercayaan diri. Rasa enggak pantas dsn enggak layak. Merasa diri enggak berguna dan enggak bisa diandalkan. Ketakutan terhadap masa depan suram. Keping-keping kisah enggak bisa aku lupakan karena telah membekas jadi luka.

Lukanya kini membuat aku lebih bersyukur karena bisa belajar dari masalah yang pernah terjadi. Lukanya udah enggak sakit lagi karena aku udah belajar menerima. Lukanya telah menjadi makna karena aku berdamai dengan masa lalu.

Dan semua itu bisa aku dapatkah karena menulis. Menulis membantu aku menemukan kesadaran tentang ajaibnya hidup. Hidup itu misteri, kadang membahagiakan, kadang menakutkan. Kita enggak pernah tau kapan kehidupan akan memberinya. Kita hanya perlu menjalani dan menghadapi.

Menulis punya peran penting dalam perjalan hidup aku. Terutama dalam proses meningkatkan kepercayaan diri.  Bahwa aku pantas menjadi seorang penulis. Dengan menulis aku punya harga diri dan value diri. 

ITU DIA reviu novel Represi karya Fakhrisina Amalia yang bisa kamu baca di iPusnas atau membeli bukunya. Jujur, aku jadi penasaran sama kisah Sky. Terkait apa yang membentuk karakter Sky bisa jadi orang nyebelin begitu. Semoga pengarangnya berminat bikin novel khusus Sky!.

10 komentar

  1. Kak Vina bacaannya keren2 deh. Koleksinya pasti komplit. Aku malah lagi kosong gak baca buku apa2... Duuuh...

    BalasHapus
  2. Buku psikologi seru kalau dibaca sampai tuntas, ceritanya membuat tahan napas dan kadang membuat kita berpikir sebentar.

    BalasHapus
  3. Akhir-akhir ini masalah penyakit mental emang menjadi sorotan ya. Ngerunjuga jika sudah kena mental harus cepet-cepet ke dokter atau menghubungi professional. Kalau tidak Imbasnya bisa sangat menghawatirkan.

    BalasHapus
  4. Seru banget ya Vin, bukunya. Ada kaitannya dengan pola asuh di masa kecil yang membuat Anna jadi depresi hingga ingin bunuh diri.
    Dulu aku juga dibilang jangan nangis, tapi sekarang aku ke anakku justru malah membiarkan dia menangis untuk mengungkapkan perasaannya.

    BalasHapus
  5. Betul banget. Kita tidak pernah menduga apa yg sebenarnya dialami oleh orang yg kondisi mentalnya sakit. Karena secara fisik dan orang disekitarnya bisa kelihatan baik-baik saja.

    BalasHapus
  6. Pas banget ya nulis psikolog ya, pasti banyak hikmah yang bisa diambil dari buku regresi ini

    BalasHapus
  7. Mantab kak Vina... anak yang lahir dari keluarga broken home memang ada karakter tersendiri

    BalasHapus
  8. Penulisnya seorang psikolog semakin pas pastinya saat menggambarkan perasaan si tokoh utama.

    BalasHapus
  9. Mantul buku ini, Kak. Apalagi di zaman sekarang sepertinya banyak mental yang akhirnya bermasalah. Entah karena urusan pribadi atau sosial.

    BalasHapus
  10. buku ini masih daftar yang akan kubaca vin tapi masih jd tbr aja hahahah, bukunya emang pas banget buat kita yang merasa baik-baik saja padahal bisa jadi ada bom waktu dalam diri kita

    BalasHapus